Langsung ke konten utama

Penjelasan Umum UU Pelayaran dan Konvensi Internasional


    Undang Undang Pelayaran dan Konvensi Internasional tentang Perkapalan adalah bagian dari Hukum Maritim dari rumpun Keselamatan Pelayaran yang baru dikenal secara luas dan pada puncaknya setelah terjadinya musibah kecelakaan laut yang termasuk besar yaitu peristiwa tenggelamnya kapal Titanic. Bahwa sejak pada awalnya dokumen Keselamatan Kapal berdasarkan kepada ketentuan atau aturan negara/Flag State yang membangun ataupun yang mengoperasikan kapalnya.

    Kemudian terjadinya kecelakaan dan tenggelamnya SS.Titanic yang menimbulkan pemikiran bahwa aturan untuk pembangunan sebuah kapal sewajarnya dirembukkan oleh beberapa negara, dengan maksud agar hasilnya dapat lebih memenuhi aspek-aspek yang dibutuhkan oleh sebuah kapal dalam pengoperasianmya. Aman ,selamat dan efisien serta dapat diterima oleh negara tujuan atau pelabuhan persinggahan dari kapal tersebut. Oleh karena itu pada awalnya berkumpullah beberapa negara maju dibidang maritim seperti.

·         Inggris

·         USA

·         Prancis

·         Jerman

·         Spanyo

·         Italia

·         Norwegia

 

Negara tersebut memulai pembahasan bagaimana seharusnya membangun kapal yang memenuhi kriteria seperti yang diinginkan yaitu aman, selamat dan efisien. Keselamatan kapal tidak hanya ditentukan oleh design tekhnologi semata tapi juga pengetahuan mengenai ilmu pelayaran yaitu daerah atau tempat yang dilayari kapal tersebut. 

    Untuk penentuan luas perairan, Indonesia mempunyai sejarah yang cukup melelahkan yaitu dimulai dari Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957. Pada awalnya penetapan luas wilayah laut  diatur oleh Ordonansi 1939 yang dikenal dengan nama "Teritoriale Zee en Maritiem Kringen Ordonantie" yang lebih populer dengan TZMKO 1939. Cara penentuannya adalah dengan memulai pengukuran berdasarkan pulau per pulau saat pasang tersurut diukur sejauh 3 mile ketengah. Akibat dari cara penentuan seperti itu terdapat celah-celah laut yang menjadi laut internasional, dan mencederai falsafah negara Indonesia yang merupakan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ).

Konsep laut-laut yang memisahkan pulau-pulau sebagai konsekuensi dari sebuah negara kepulauan bukanlah sebagai pemisah namun merupakn pemersatu dari suatu negara kepulauan(Archipelago state) seperti NKRI ini. Deklarasi Djuanda menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Berikut hasil dari deklrasi tersebu:

·         Pengukuran dilakukan dari posisi pulau terluar dan diukur saat pasang tersurut sejauh 12 miles laut ketengah.

·         Garis tersebut merupakan garis sumbu yang nantinya menghubungkan pulau pulau menjadi batas wilayah.

·         Garis yang menghubungkan sumbu2 yang diperoleh dari setiap lokasi yang menjadi titik awal pengukuran.

Mr Djuanda yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri yaitu bertindak sebagai kepala Pemerintahan mengambil prakarsa yang sangat penting itu berdasarkan hasil Yurisprudensi atas sengketa laut tentang hak menangkap ikan yang dilakukan oleh Inggris diperairan laut dekat Norwegia. Dalam sengketa itu Inggris dinyatakan kalah oleh International Maritime Court di Den Hag Belanda.

Pemerintah RI kemudian memperkuat hak klaim itu dengan menerbitkan Perpu. No.4 tahun 1960 tapi kebijakan itu sangat ditentang oleh negara-negara yang berkepentingan dengan kekuasaan dan kebebasan laut. Walaupun kebijakan itu sudah diakui oleh sebagian besar negara-negara didunia melalui keputusan United Nation Convention of Law of The Sea (UNCLOS)1982. Kemudian secara efektif RI dapat mengamankan kebijakan itu setelah RI menerbitkan Undang Undang no 6 Tahun 1996 tentang Perairan dan juga memberikan perairan tertentu sebagai laut bebas damai kepada kapal asing yang melintas wilayah laut Indonesia yang kita sebut dengan istilah Alur Laut Lintas Kepulauan Indonesia ( ALKI ).

Undang Undang No 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia sudah diperbaharui dengan Undang Undang No 34 Tahun 2014 Tentang Perairan Indonesia.

Perairan yang disebut Wilayah Perairan Indonesia adalah meliputi Laut Teritorial Indonesia, Perairan Kepulauan dan Peraiaran Pedalaman. Perairan Pedalaman terdiri dari Laut Pedalaman dan Perairan Daratan. Seluruh pembagian wilayah laut tadi sangat berkaitan dengan penetapan daerah pelayaran dan daerah operasi yang ditetapkan terhadap sebuah kapal yang akan diberikan sertipikatnya. Sertifikat tsb sebagai tanda bahwa kapal itu hanya diijinkan berlayar di batas-batas wilayah laut yang disebut disertipikatnya. Dengan berdasarkan kajian terhadap faktor keselamatan kapal, pelayaran hanya dilakukan sesuai dengan yang ditentukan pada dokumen kapal tersebut.

Kembali kepada rencana negara-negara dunia untuk membuat suatu aturan yang mendunia, setelah terjadinya musibah besar yang baru terjadi, pertemuan itu dimulai tidak lama setelah kejadian tenggelamnya Titanic 1912. Namun sayang sebelum mendapatkan hasil, negara-negara yang bertemu membubarkan diri karena karena ada yg saling bermusuhan akibat pecahnya Perang Dunia I dari tahun 1914 -1918.

Setelah perang selesai pertemuan kembali dilanjutkan dan pada tahun 1929 hasil kerja sama tsb membuahkan hasil yaitu diterbitkannya SOLAS I. Solas adalah hasil karya dari beberapa negara yang berkumpul dalam satu wadah organisasi saat ini organisasi tsb diberi nama IMO yang merupakan salah satu badan organisasi PBB/UN.

Solas adalah adalah salah satu hasil dari Konvensi. Kedepannya akan kita lihat banyak lagi Konvensi baik yg dihasilkan oleh IMO maupun badan PBB lainnya yang akan ikut menjadi panutan para ahli pembangun kapal maupun negara-negara pengguna kapal yang juga akan bertindak sebagai pengawas operasional kapal. Organisasi lain juga yang ikut serta berperan untuk mengusahakan terciptanya sebuah kapal yang memenuhi kriteria Keselamatan dan Keamanan kapal dalam pengoperasiannya.

Bagaimana dengan Undang Undang dan Perundangan yang terkait dengan pengoperasian Kapal,sebelumnya sudah dituliskan bahwa SOLAS I ada pada tahun 1929?

Dengan mengambil pelajaran dari Solas tsb kemudian dipilah beberapa yang sesuai dengan kondisi perairan Indonesia maka tidak lama kemudian yaitu tepatnya pada tahun 1935. Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan beberapa peraturan yg terkait dgn keselamatan kapal disebut SCHIPPEN ORDONANTIE 1935

yang lebih dikenal dgn SO atau diIndonesiakan dengan OK yaitu Ordonansi Kapal 1935 dan

SCHIPPEN VERORDENING 1935 yang lebih dikenal dgn SV atau diIndonesiakan dgn PK yaitu

Peraturan Kapal 1935.Ordonansi adalah ketentuan yang setingkat dengan UU dan Verordening adalah peraturan pelaksanaan dari Ordonansi yang saat ini setingkat dengan PP dari Undang Undang yang diterbitkan.

OK dan PK 1935 adalah perangkat pertama diIndonesia yang merupakan UU dan Peraturan Pelaksanaan Keselamatan Kapal yang diberlakukan hingga diterbitkannya Undang Undang no.21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.

Dari uraian diatas menjadi jelas bahwa ketentuan pengaturan sebuah Kapal agar dapat dilayarkan harus memenuhi perundangan yang dibuat oleh negara( Flag State), dan atau Konvensi yang dibuat oleh badan PBB seperti IMO. Pembuatan dan pemberlakuannya  melalui sbb :

·         Undang Undang di Indonesia dibuat oleh Negara, Executive ataupun oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Legislative. Inisiasi awal dapat dilakukan salah satu dari mereka disebut draft, atau RUU. RUU yang disetujui kedua belah pihak maka naskah itu akan berubah menjadi UU yang pemberlakuannya baru dapat diterapkan setelah dicatatkan ke dalam Lembaran Negara.

·         Konvensi dapat dibuat oleh negara-negara anggota badan organisasi dunia seperti IMO yang inisiasinya boleh oleh satu atau lebih negara anggota yang kemudian hasil akhirnya akan disepakati  melalui pengakuan explicit atau Explicite Acceptance yaitu apabila jumlah negara anggota yang meratifikasi konvensi jumlahnya ⅔ dari seluruh negara anggota atau disetujui secara tacit atau Tacite Acceptance ,yaitu pemberlakuan Konvensi secara otomatis, terhitung mulai,umumnya 18 bulan setelah di syahkan dengan catatan jumlah tonnage kapal negara yang keberatan kurang dari 50% jumlah tonnage armada dunia.

·         Ratifikasi adalah pengakuan oleh suatu negara kepada suatu ketentuan atau Konvensi  sebelum diberlakukan di negara tersebut melalui suatu perundangan

·         Yurisprudensi adalah keputusan suatu peradilan diambil dari suatu keputusan peradilan terdahulu dengan kasus yang sama atau dianggap hampir sama.

Berikut rangkuman dari susunan perundangan  terkait kepada Keselamatan Kapal yang pernah ada dalam tataran Undang Undang atau yang setingkat Undang Undang,

·         Ordonansi Kapal (OK) 1935.

·         Undang Undang no.21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran.

·         Undang Undang no.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran,sebagai pengganti UU

·         No.21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran.

       

Berikut konvensi sebagai perundangan yang khusus terkait kepada Keselamatan Kapal pernah diadakan adalah,

·         Safety of Life at Sea ( SOLAS ) I tahun 1929.

·         SOLAS II tahun 1948.

·         SOLAS III tahun 1960.

·         SOLAS IV tahun 1974.

Solas 1974 sudah mendapatkan Protokol dan beberapa kali Amandemen,oleh karena itu untuk penulisannya yang benar adalah Solas 1974 Amandment disingkat dgn Solas 74 Amd.

Solas hanyalah salah satu Konvensi produk IMO banyak dari konvensi lain yang dihasilkan oleh IMO yaitu antara lain

·         ILLC 66

·         TMC 69

·         MARPOL 73/78

·         IBC

·         IGC

·         STCW 78 Amd

·         BWM

·         AFS.

Badan United Nation ( PBB ) selain dari IMO ada lagi badan PBB  yang hasil produknya juga menjadi kewajiban kapal untuk memenuhinya agar kapal dapat beroperasi sesuai persyaratan yaitu seperti,. ILO  terkait kepada kesejahteraan dan WHO terkait kepada kesehatan, awak kapal.

SUMBER: Materi pembelajaran Bapak Almanar K. Pasaribu, S.H, M Mar.E dengan banyak gubahan 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kapal Pertamina Berukuran Aframax

                PT. PERTAMINA (persero) adalah sebuah BUMN yang mengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia. Sampai tahun 2018 jumlah keseluruhan kapal milik pertamina sebanyak 68, kapal terbarunya adalah MT Papandayan yang merupakan kapal ke tujuh dengan konsep ecoship ramah lingkungan. Mungkin para pembaca yang penasaran ingin melihat daftar nama kapal milik Pertamina, tapi setelah googling sana sini tidak menemukan info yang lengkap. Penulis sendiri yang penasaran akhirnya mencoba mengumpulkan informasi yang ada di google. Langsung saja kita bahas kapal kapal terbesar milik Pertamina : 1.        MT Geudondong/ Pertamina 8001/ Pertamina Abherka (FS) Gross Tonnage:   54326 Deadweight:   86866 t Length Overall x Breadth Extreme:   258.33m × 41.6m Year Built:   1985 Status:  Active (FS) IMO:  8413447 MMSI: ...